Senin, 18 Juni 2012

Curhatan dodol


Teori bahwa kebiasaan dan lingkungan dapat berpengaruh pada perkembangan mental dan kepribadian ternyata benar adanya. Hal ini dapat dibuktikan oleh saya dengan menjadikan diri saya sendiri sebagai objek observasi (nah lho?).
Sedari kecil, saya telah terbiasa untuk melakukan aktifitas sendirian daripada bersama-sama dengan orang lain. Belajar sendiri, bermain sendiri, tidur sendiri, mandi sendiri (ya iyalah), bahkan terkadang berbicara sendiri (tanda-tanda orang absurd jenius.. ^_^).

Perlahan namun pasti kebiasaan saya ini membawa dampak yg begitu besar terhadap perkembangan psikologis saya.
Lebih banyak menghabiskan waktu didalam kamar bersama laptop selama seharian atau menyendiri disuatu tempat yg sepi membuat saya tumbuh menjadi pribadi yg agak tertutup, cenderung egois, kekanak-kanakan, tidak pandai bergaul, dan juga memiliki perasaan yg sensitif.

Jujur, kadang-kadang saya sendiri pun seringkali merasa asing terhadap diri saya sendiri, yang saya rasakan “agak” berbeda dengan teman-teman seusia saya. Ada kecanggungan yang begitu besar saat saya berinteraksi dengan teman-teman sebaya dan lebih mudah untuk bergabung dengan yg usianya dibawah saya, bahkan jauh dibawah saya. akibatnya walaupun secara intelegensia saya tidak begitu buruk, namun secara mental saya merasa begitu tertinggal dibandingkan orang lain. Seringkali berpola pikir seperti anak-anak yg masih duduk dibangku sekolah dan merasa bahwa saya ini adalah bagian dari mereka, walaupun notabenenya usia saya sebentar lagi akan menginjak angka 24 tahun. Bayangkan saudara-saudara, diusia yg hampir mendekati seperempat abad ini saya masih merasa bahwa kepribadian saya adalah kepribadian seorang anak yg duduk dikelas 2 SMP.

Terus maksudnyaa?

Kebiasaan saya yang suka menutup diri dari dunia luar membuat saya merasa seolah terperangkap dalam ruang dan waktu. Secara fisik memang saya mengalami perkembangan yg signifikan mulai dari tinggi badan, raut wajah, jumlah jenggot (salah satu kebiasaan jelek saya adalah menghitung jumlah jenggot saya dari waktu ke waktu ;p), dll.
secara intelegensia, saya merasa bahwa saya masih bisa dikatakan setara dengan teman-teman sebaya saya.
namun dari segi pola pikir dan mental, sepertinya tidak demikian.

NB : Tulisan diatas hanyalah sebuah hasil dari pencurahan buah pikiran saya yg sedang berkelebatan diangan-angan yg teramat disayangkan apabila itu tidak diabadikan dalam sebuah tulisan. Mohon maaf apabila hasilnya berantakan, maklum masih dalam tahap pembelajaran.

Sabtu, 28 Maret 2009

Fikih Siyasi dan Kapasitas Hasan Al-Banna dalam Politik

Pengertian Fikih Siyasi

Fiqih: asal kata (mashdar) dari kata kerja lampau “Faquha” yang berarti “memahami”. Memahami perkara, berarti baik mengerti maksudnya. Fulanun laa yafqahu: Si fulan tidak mengerti dan tidak memahami. Fiqih: berarti faham dan pandai. Fiqih bukan berarti hanya mengerti, tetapi merupakan kefahaman mendalam yang mengharuskan menggunakan pikiran, menajamkan otak dan mencurahkan upaya maksimal dalam hal tersebut.

Fiqih dalam syara’ (Islam) tidak terdapat pada semua orang, tetapi suatu kelompok dari manusia yang memiliki kemampuan intelektual yang istimewa, memiliki tingkat keimanan yang tinggi, dan kebaikan yang istimewa. Allah Ta’ala berfirman:

{قَدْ فَصَّلْنَا اْلآيَاتِ لِقَوْمٍ يَفْقَهُوْنَ } (الأنعام :98)
"Telah Kami jelaskan dengan rinci ayat-ayat itu kepada kaum yang mengerti.” (Al-An’am: 98)
Fiqih juga tidak terjadi pada orang kafir dan orang yang munafik sebagaimana firman Allah Ta’ala:

(بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَ يَفْقَهُوْنَ) (الأنفال :65)
“Bahwa mereka itu adalah kaum yang tidak memahami.” (Al-Anfal: 65)

Dan firman Allah Ta’ala tentang orang-orang munafik:
{ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُوْنَ } (التوبة: 81)
“Katakanlah api neraka Jahannam itu lebih panas jika saja mereka memahami.” (At-Taubah: 81)

{ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ لاَ يَفْقَهُوْنَ } (المنافقون: 7)
“Akan tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.” (Al-Munafiqun:7 )

Fiqih dalam istilah syara`: Pengambilan hukum syara’ yang praktis (amali) dari dalil-dalilnya secara rinci.
Adapun lafal siyaasi diambil dari lafal “Saasa”, dan isim fa`il “Saa`is”, dan mashdar (akar katanya)-nya “siyaasah” yang artinya penjagaan, maka “Saa`is Al-Khail” berarti penjaga kuda, dan “Saasa Al-`Ummah” berarti menjaga urusan ummat.

Politikus (Siyaasi): adalah orang yang mem¬berikan perhatian kepada urusan-urusan ummat dan memahaminya dengan teliti, mengerti dan mencarikan solusinya berdasarkan ide dan pemikirannya yang benar.

Politikus Islami (Siyaasi Islami): Ialah seorang Muslim yang konsisten dengan Islam yang menangani berbagai urusan ummat dari sisi pandangan Islam dan hukum syara’.

Fiqih Siyaasi (Fiqih Politik): Adalah pemahaman yang mendalam terhadap urusan-urusan ummat baik internal maupun eksternal, pengurusan dan penjagaan urusan-urusan ini dalam visi dan petunjuk hukum syara’.

Jadi politik itu terbagi menjadi dua macam: politik syar’i (politik Islam) dan politik non syar’i (politik non Islam). Politik syar’i berarti upaya membawa semua manusia kepada pandangan syar’i dan khilafah (sistem pemerintahan Islam) yang berfungsi untuk menjaga agama (Islam) dan urusan dunia. Adapun politik non syar’i atau politik versi manusia adalah politik yang membawa orang kepada pandangan manusia yang diterjemahkan ke undang-undang ciptaan manusia dan hukum lainnya sebagai pengganti bagi syari’at Islam dan bisa saja bertentangan dengan Islam. Politik seperti ini menolak politik syar’i karena merupakan politik yang tidak memiliki agama. Sedangkan politik yang tidak memiliki agama adalah politik jahiliyah.

Kapasitas Imam Hasan Al-Banna dalam Fiqih dan Politik

Sesungguhnya orang yang membaca apa yang ditulis oleh Imam Hasan Al-Banna –semoga Allah merahmatinya–, apa yang disampaikan dalam berbagai kesempatan ceramah umum maupun khusus, penguasaanya terha-dap berbagai disiplin ilmu dan bahkan menghafalnya, maka akan memahaminya dengan mudah, bahwa Imam Hasan Al-Banna adalah seorang ulam yang mumpuni dalam memahami nash-nash syar’i. Beliau juga mendalami berbagai persoalan zamannya di dunia Arab dan Islam, mengikuti peristiwa-peristiwa dunia, dan memahami hakikat peradaban barat yang merupakan peradaban yang terfokus pada kenikmatan dan nafsu syahwat.

Beliau –Rahimahullah– orang yang berwawasan luas sejak masa kecilnya dan tumbuh dalam lingkungan ilmiah dan pemahaman yang mendalam. Ayahnya salah seorang ulama hadits yang terkenal pada zaman modern, memiliki banyak karangan dalam hadits nabawi dan penjelasannya yang membuat takjub ba¬nyak ulama pada zamannya.

Beliau telah menerbitkan hadits-hadits Musnad dan Sunan Imam Syafi’i menjadi bab-bab fiqih yang Beliau namakan: “Badaa`i’ Al-Munan fi Tartiibi Al-Musnadi Al-Imam Asy-Syafi’i was Sunan.”, juga Musnad “Al-Imam Abi Hanifah”, dan karyanya yang paling penting ialah menerbitkan Hadits-hadits Musnad Imam Ahmad (termasuk tambahan anaknya, Abdullah) yang mencapai 40.000 hadits berdasarkan bab-bab fiqih dan mentakhrij hadist-hadits ini dalam sebuah kitab yang diberi nama: “Al-Fathu Ar-Rabbani Li Tartiibi Musnadi Al-Imam Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani”, dan menjelaskan hadits-hadits Al-Fathu Ar-Rabbani dan menyebutkan hikmah-hikmah dan hukum yang ada di dalamnya, dalam sebuah buku yang dinamakan: “Bulughu Al-Amaani min Asraari Al-Fathi Arr-Rabbaani,” yang terdiri dari 20 jilid besar.

Yang membaca “Mudzakkiraat Imam Ha¬san Al-Banna” (Diktat-diktat Imam Hasan Al-Banna) akan mendapatkan bahwa Beliau adalah sangat pandai. Beliau lulus dari “Daarul Ulum” ketika berumur 21 tahun dan menempati ranking pertama di antara para mahasiswa pada tahun itu. Daarul Ulum adalah cabang Universitas Al-Azhar, yang diajarkan di sana ilmu-ilmu bahasa dan ilmu-ilmu syaria’h. Ini merupakan sanggahan atas tuduhan mereka yang mengatakan bahwa Imam Hasan Al-Banna tidak mempelajari ilmu-ilmu syari’ah. Ini juga bukti luasnya bacaan Beliau dalam buku-buku tafsir, fiqih, hadits dan hukum. Beliau menghafal berbagai buku tentang bahasa, fiqih, tauhid dan mantiq.

Disebutkan dalam diktat Beliau: “Mudzakkiratu Ad-Da’wah wa Ad-Daa’iyah” bahwa Beliau menghafal “Malhat Al-`I’raab” karya Al-Hariri dan “Al-Fiyah Ibnu Malik fi An-Nahwi wa Qawaa’idi Al-Lughah.” Hafal di luar kepala kitab “Al-Yaqutiyyah Fi Al-Hadits An-Nabawi Asy-Syarif”, juga dua kitab berikut: “Al-Jauharah Fi ‘Ilmi At-Tauhid”, dan “Ar-Rahibah Fi ‘Ilmi At-Tauhid.” Menghafal sebagian kitab ilmu mantiq “Assullam”, hafal fiqih Abu Hanifah “Fathu Al-Quduuri”, hafal fiqih Asy-Syafi’i “Matnu Al-Ghayah wa At-Taqrib” ka-rangan Abu Syuja’. Hafal fiqih Imam Malik se¬bagian kitab “Manzhumati Ibni ‘Aamir”. Ayahanda Beliau mendorongnya untuk membaca dan menghafal matan (teksnya) seraya berkata kepadanya: Siapa yang menghafal matan akan memperoleh seni, yang dimaksud dengan seni di sini adalah berbagai bidang ilmu secara dalam.

Dan sebelum semua itu Allah Ta’ala telah memudahkan Imam Hasan Al-Banna dalam menghafal Al-Qur`an Al-Karim dan memahami artinya, seperti yang tercermin dalamberbagai kesempatan ceramah dan tulisan Beliau yang sering sekali berdalilkan ayat-ayat Al-Qur`an, dan menyebutkan sisi pengambilan dalil dari Al-Qur`an. Belaiu juga memperkuat sisi pengambilan dalil dari hadits-hadits Nabi yang mulia. Ini dapat kita jumpai pada risalah Beliau “Al-Jihad” dan semua risalah Beliau yang ditulis untuk kaum Muslimin secara umum dan Ikhwanul Muslimin secara khusus. Juga berbagai artikel Beliau di koran-koran dan majalah-majalah.

Dapat ditambahkan pula pengetahuan hukum Beliau dan wawasan Beliau yang luas mengenai undang-undang dan hukum ciptaan manusia, terutama konstitusi Mesir, hukum Mesir dan apa yang ditulis oleh pakar konstitusi dan hukum. Hal tersebut tampak pada evaluasi Beliau terhadap konstitusi dan hukum sebagai evaluasi yang dihasilkan oleh seorang yang berwawasan luas dan alim yang pandai menulis.

Adapun telaah Beliau yang cukup luas terhadap buku fiqih secara umum dan khususnya buku-buku mengenai fiqih politik maka hasilnya terlihat jelas dalam berbagai risalah, buku dan makalah Beliau.
Dalam kesempatan ini saya ingin menyebutkan peristiwa yang jarang terjadi yang menunjukkan kepada keluasan wawasan Beliau saat masih kecil, yakni bahwa ketika Imam Hasan Al-Banna – Rahimahullah – masih siswa yang umurnya belum melebihi sepuluh tahun, ia sudah membentuk organisasi di sekolah yang ia beri nama "Organisasi Mencegah Hal-hal yang Diharamkan", ia yang menjadi pemimpinnya. Cara kerja organisasi ini ialah jika ia melihat seseorang dari masyarakat melanggar hukum syara' maka ia akan diperi-ngatkan secara yang unik, yaitu organisasi itu mengi¬rim sepucuk surat yang menyebutkan hal itu dan memintanya untuk konsisten de¬ngan hu¬kum syara'.

Organisasi ini sangat gencar kerjanya sehingga dalam waktu tidak begitu lama tersebar sampai ke mayoritas penduduk daerahnya. Orang-orang bertanya-tanya tentang pihak yang mengirim surat-surat itu kepada mereka. Masyarakat mengira bahwa syaikh dan guru mereka ialah syaikh Zahran adalah yang berada di belakang mereka. Tapi Beliau menolak tuduhan itu, sampai sepucuk surat mampir kepada Beliau.

Sang Syaikh adalah seorang yang buta. Beliau sholat zuhur di antara tembok masjid dan itu adalah perbuatan yang makruh sedang ia merupakan salah seorang ulama negeri itu. Seharusnya ia harus menjauhi hal-hal yang makruh agar agar orang lain mejauhi hal-hal yang diharamkan. Saat ditanya, syaikh tersebut menyatakan, saya tidak mengerti hukum ini, lalu meminta tolong kepada siswa Hasan Al-Banna yang menemaninya tentang hukumnya. Lalu Hasan menjawab: Ada wahai tuan dalam kitab "Fathul Baari bi Syarhi Shahih Al-Bukhari". Hasan berkata: Saya lalu membacakan hukum tersebut seraya saya tertawa sedikit. Lihat "Mudzakkiraati Ad-Da'wah wa Ad-Daa'iyah 14-15.

Coba perhatikan pembicaraan tersebut yang menunjukkan keluasan bacaan pria ini dan pengetahuannya terhadap hadits-hadits dan hukum. Ia mengetahui apa yang tidak diketahui syaikh dan gurunya. Benar firman Allah yang Maha Agung,

) يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوْتِيَ خَيْراً كَثِيْراً) [البقرة :169]
(Dia memberikan hikmah kepada orang yang dikehendakinya dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah maka ia telah dianugerahi kebaikan yang banyak) (Al-Baqarah: 169)

Beliau sangat memahami persoalan-persoalan Islam dan peristiwa-peristiwa politik dunia Islam dan di luar dunia Islam. Ia berbicara kepada kaum Muslimin di antaranya Ikhwanul Muslimin tentang peristiwa dan persolan tersebut, dan memberikan sikap-sikap syar'i terhadapnya. Dalam makalah-makalah Beliau Anda akan menemukan tentang penjajahan Barat, negara-negara penjajah dan negara-negara Islam yang dijajahnya, berbagai pergerakan jihad di negara-negara tersebut, dan menyatakan dengan jelas bahwa solusinya hanyalah jihad.

Menanggapi keluasan wawasan dan pengetahuan Imam Hasan Al-Banna, seorang Robert Jackson pernah mengungkapkan: “Tiada satupun propagAnda, ideologi, doktrin dan aliran pemikiran tertentu yang pernah populer di belahan dunia Timur dan Barat, baik dalam konteks sejarah maupun konteks kekinian yang terlewatkan dari analisa dan pengkajian Imam Hasan Al-Banna.

Pengkajian kehidupan para tokoh dan figur terkenal dunia sekaligus sebab keberhasilan dan kegagalan mereka tidak luput pula dari perhatiannya. Imam Hasan Al-Banna pun mengerti bagaimana menjalin interaksi dan komunikasi yang baik ketika Beliau berhadapan dengan orang-orang Al-Azhar, berhadapan dengan para mahasiswa, para dokter dan ahli kesehatan, para insinyur, orang-orang sufi dan pakar sunnah. Beliau pun mengerti banyak bahasa daerah dan tradisi masyarakat di wilayah Delta, daerah gurun pasir, wilayah Mesir bagian Tengah dan bagian Utara.”

Dr. Ishaq Al-Husaini bercerita tentang Imam Hasan Al-Banna: “Beliau ibarat kamus besar dan ensiklopedi lengkap yang mampu membicarakan tema dan isu apapun secara spontanitas tanpa perlu persiapan. Beliau ter-kenal sangat pintar memilih diksi dan gaya bahasa yang ampuh memukau para audiens¬nya dan sangat jeli memperhatikan kondisi kapan dan di mana Beliau berbicara.”

Beliau merupakan sosok berpengalaman yang telah lama malang-melintang dan memiliki ketertarikan dalam mengamati perkembangan partai-partai politik yang ada di Mesir baik terkait dengan asas partai, ideologi dan program-programnya. Berdasarkan pengalaman tersebut, tidak susah bagi Imam Hasan Al-Banna me¬ngam¬bil sikap yang jelas dan pasti dalam me¬nanggapi keberadaan partai tersebut.

Penulis menambahkan pula bahwa Imam Hasan Al-Banna telah terlibat aktif dalam peristiwa-peristiwa penting dunia perpolitikan semenjak Beliau masih duduk di bangku sekolah dan melanjutkan aktivitasnya ini setelah merampungkan studi. Bahkan sewaktu masih duduk dibangku sekolah, Beliau pernah mengundang para ulama guna menghadiri acara dialog yang amat penting tentang pengabdian demi agama Allah dan perjuangan meretas kembali kehidupan Islami. Sehingga bakat politik yang terpancar dari pemahaman yang mendalam tentang perpolitikan Islam itu telah mengasah kemampuan, membekali diri serta menumbuhkan tekad yang menghunjam kokoh dalam jiwanya akan menekuni bidang tersebut.

Inilah gambaran sosok seorang Imam Hasan Al-Banna kecil ketika berada pada tahun terakhir pendidikannya di sebuah sekolah, saat gurunya meminta Beliau dan rekan-rekan sekelas untuk membuat sebuah karangan yang menceritakan tentang cita-cita mereka kelak setelah menyelesaikan studi serta jelaskan usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka perwujudan cita-cita tersebut. Imam Hasan Al-Banna menulis sebuah karangan yang lumayan panjang.

Di antara petikan karangan tersebut adalah: “Aku meyakini bahwa akibat dari bergulirnya roda perpolitikan Mesir, kondisi-kondisi sosial masyarakat adalah pengaruh peradaban Barat, faktor pemikiran Eropa, efek dari filsafat materialisme serta pengaruh dari sikap yang cenderung kebarat-baratan. Semua itu terbukti telah berhasil menjauhkan bangsa Mesir dari prinsip dan nilai Islam serta tuntunan Al-Qur`an. Tidak hanya itu, kebanggaan terhadap kemuliaan para pendahulu (generasi Islam terdahulu) juga menjadi pudar dan terlupakan dalam benak mereka. Keyakinan itu sangat menghunjam kuat dalam jiwaku ibarat pohon yang akarnya sangat kokoh, cabang-cabangnya yang menjulang, daun-daunnya yang menghijau serta hanya tinggal menunggu berbuah.

Dua impian dan cita-cita besarku setelah merampungkan studi nanti, secara khusus adalah membahagiakan keluarga dan karib kerabatku, sedangkan dalam ruang lingkup yang lebih umum adalah menjadi sang guru dan figur pendidik. Setelah menghabiskan waktu seharian guna mengajar anak-anak dan masyarakat umum, maka malam harinya akan aku manfaatkan untuk mengajar orang dewasa dan kakek-kakek tentang hikmah-hikmah agama serta hakikat kebahagiaan dan kesenangan hidup. Semua itu aku lakukan lewat metode penyampaian ceramah dan dialog terbuka, lewat dunia jurnalistik atau dengan menggunakan metode tamasya dan berwisata.

Ini merupakan janjiku dengan Allah yang terpatri kokoh dalam jiwa serta dengan kesaksian bapak guru yang mengajar. Janji ini aku ikrarkan ditengah kesendirianku saat hati nurani yang berbicara dan dalam suasana keheningan malam yang sepi dalam tatapan yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui. Firman

Allah dalam QS. Al-Fath 10:
وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللهُ فَسَيُؤْتِيْهِ أَجْراً عَظِيْماً

Artinya: Barangsiapa menepati janji¬nya ke¬pa¬da Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar.

Para Pembaca yang budiman….

Amatilah ungkapan-ungkapan yang Imam Hasan Al-Ban¬na tuliskan dalam karangannya, dentuman suara hati yang jarang kita temukan pada kebanyakan figur-figur politisi, sebuah diagnosa yang amat teliti dalam mengidentifikasi persoalan-persoalan yang melanda bangsa Mesir kala itu, analisa cermat dalam mengamati situasi-situasi politik yang berkembang, pemahaman yang mendasar tentang substansi peradaban Barat yang berasaskan pada filsafat materealisme yang terbenam dalam gelimang kesenangan-kesenangan hidup duniawi secara ka-sat mata, serta pemahaman mendalam sekitar dimensi pengaruh Barat terhadap umat Islam. Kemudian Beliau mengemukakan solusi efektif dan efisien yaitu kembali pada Islam dan kembali berjuang meretas model kehidupan Islami lewat aktifitas dunia politik serta pengukuhan komitmen dengan Allah sebagaimana tergambar dari janji Imam Hasan Al-Banna pada Allah Ta’ala dan kesaksian gurunya yang membaca karangannya tersebut.

Torehan-torehan hikmah berharga di atas telah mampu dituliskan oleh seorang siswa yang notabene belum banyak berkecimpung dalam realita pahit perjuangan kehidupan. Sungguh, Imam Hasan Al-Banna merupakan seorang politisi Muslim sejati yang sangat peka dan sensitif dengan fakta politik dunia Islam, kemudian Beliau menyikapi fakta tersebut berdasarkan pemahaman yang Beliau eksplorasi dari Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah SHAL-LALLAAHU ALAIHI WASALLAM.

Setelah berkecimpung dalam realita kehidupan pasca penyelesaian studinya di sekolah itu, Beliau mendirikan jamaah Ikhwanul Muslimin yang dipimpinnya hingga menemui ajalnya dengan Syahid. Beliau tercatat banyak memiliki andil dalam peristiwa dan kejadian penting perpolitikan Mesir dan perpolitikan dunia Islam secara umum. Beliau berhasil meletakkan manhaj Islam dan fiqih politik yang sangat mengagumkan dalam gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin, suatu posisi dan tahapan yang jarang dicapai oleh sembarangan tokoh, terlebih lagi karena pemahaman fiqih politik Imam Hasan Al-Banna terlahir sebagai fiqih politik yang sedang berjuang menyelamatkan umat Islam dari kondisi yang stagnan dan tidak dinamis.

Di samping itu Beliau pun berhasil merancang tahapan-tahapan, program-program dan metode-metode tertentu yang harus dilakukan demi upaya melakukan perubahan dan reformasi situasi serta kondisi umat Islam yang cukup memprihatinkan. Tahapan ini bukan merupakan tahapan yang bersifat kontradiktif satu sama lain, tapi tersusun dengan sangat rapi dan sistematis, di mana setiap tahapan memiliki kaitan dengan tahapan sebelum dan sesudahnya. Karena tahapan selanjutnya merupakan penyempurnaan dari yang sebelumnya, sehingga harus berlandaskan pada tahapan tersebut. Dan di setiap tahapan, Beliau meletakkan metode-metode yang dinilainya cocok dan relevan dengan tahapan tersebut.

Dengan bekal pemahaman fiqih politiknya, Imam Hasan Al-Banna menenjukan target-target umum dan khusus, misi-misi jangka pendek dan jangka panjang, metode yang bersifat umum dan khusus, menentukan sikap Ikhwanul Muslimin terhadap keberadaan partai-partai lain, pemerintah, hukum ciptaan ma¬nusia serta menetapkan langkah-langkah kerja yang akan menerjemahkan pemahaman fiqih politik tersebut ke dalam realita kehidupan. Natijah (hasil)-nya, perjuangan-perjuangan Beliau tersebut menuai hasil yang memuaskan dengan terwujudnya cita-cita yang Beliau impikan.

Kemudian pemahaman fiqih politik Beliau ini diikuti oleh para sahabat, rekan dan kader-kader Beliau di Ikhwanul Muslimin. Hasilnya, mereka sanggup menciptakan sebuah atmosfer baru dalam perpolitikan dunia Islam, sehingga dampaknya tak hanya bisa dirasakan di Mesir, tapi meluas hingga ke penjuru dunia Islam, bahkan hampir ke seluruh penjuru dunia. Makanya tiada satupun wilayah di dunia yang berbeda suku bangsa, warna kulit dan bahasa, melainkan telah terpengaruh oleh pemahaman fiqih politik Beliau.

Minggu, 14 Desember 2008

Surat Cinta Seorang Ikhwan

Untuk Saudariku

Di Bumi Perjuangan

Assalamu’alaikum wr wb…

Kepadamu kuhaturkan salam sejahtera, salam yang tulus, setulus kasih ibu kepada anaknya, salam dari ribuan bidadari surga untuk hamba Allah yang mulia, salam yang seharum kesturi, sesejuk embun, dan sehangat mentari di pagi hari.

Terasa barat bagiku untuk menuliskan kata demi kata pada surat ini, terkadang keraguan menderaku, namun demi suatu hal yang Insyaallah baik dan tidak tercela, maka perlahan kutuliskan surat ini.

Saudariku seiman dan seperjuangan.

Ada sebuah kejujuran yang harus kukatakan padamu, karena hal ini telah mendera hatiku dalam beberapa waktu yang cukup lama dan kuakui, hal ini sungguh menggangguku dalam menjalankan perintah Allah untuk beribadah kepada-Nya. Dan hal ini berkaitan denganmu.

Sejak dari pertama aku bergabung di jalan dakwah tercinta ini aku telah memperhatikanmu. Kiprah organisasimu, Ibadahmu, dan keramahanmu telah mengukir kekaguman dalam hatiku. Dari awalnya hanya kekaguman saja yang timbul dihatiku, namun lama kelamaan rasa kagum itu berubah menjadi sebuah perasaan yang tidak dibenarkan bagi seorang ikhwah untuk memendamnya, yaitu cinta. Aku pun beristighfar kepada Allah, dan berusaha untuk melupakan tentang perasaan itu, hingga suatu hari terjadi sesuatu yang justru telah membuatku menjadi semakin dekat denganmu.

Masih ingatkah engkau saat kita saling mengenal untuk yang pertama kalinya? Pada suatu hari yang cukup panas datang sebuah pesan darimu yang meminta tolong agar aku membantumu mengajar bimbel kepada anak PBUD bahasa Inggris yang pada hakikatnya adalah adik-adik tingkatmu, namun aku menolaknya karena pada waktu itu aku sangat sibuk bekerja untuk membiayai kehidupanku di kampus ini dan akhirnya kutawarkan kepada akhwat yang satu jurusan denganku untuk membantumu mengajar bimbel kepada mereka. Namun begitu matrikulasi selesai, aku pun kehilanan kontak denganmu.

Namun pada bulan Ramadhan kemarin, aku melakukan sebuah kesalahan lagi, kesalahan yang justru tidak sepatutnya aku lakukan. Berawal dari mengirimkan pesan Taujih kepadamu dan ikhwah lainnya, namun hanya dirimu yang membalas semuanya dengan hal yang sangat berbeda, yang telah membangkitkan rasa cinta yang telah kupendam jauh di dalam hatiku dan sulit untuk terlupakan.

Aku sadar, seharusnya sebagai seorang yang paham dan mengerti tentang keislaman, seharusnya aku menghentikan hal ini, namun entah kenapa aku justru menikmati semua perhatian yang telah engkau berikan padaku. Sampai akhirnya engkau juga yang telah mencoba menghentikan semuanya, namun tetap terulang dan terulang kembali.

Kuakui, sejak lama aku ingin untuk meminangmu, untuk menjadi belahan jiwaku. Ayah dan Ummiku telah setuju, akupun telah shalat istikharah dan kurasakan kemantapan hati saat aku memohon kepada Allah, dan menanyakan apakah engkau yang dipilih untuk menjadi pendamping hidupku. Seharusnya sejak lama aku mengutarakan semua ini, namun aku terlalu pengecut untuk mengatakan semua itu, dan akupun takut jika seandainya engkau tidak bersedia menerimaku yang telah kotor hatinya ini. Dan sekarang, saat aku mantapkan hati untuk mengutarakan semuanya, aku didera oleh perasaan takut akan mendzalimimu, karena aku belum memiliki pendapatan yang tetap untuk menafkahi dirimu kelak. Aku takut Allah akan murka kepadaku karena aku telah mendzalimi hamba-Nya. Dan itu membuatku ragu-ragu.

Hingga kini, aku belum bisa memaafkan diriku sendiri, kenapa aku tidak bisa menjaga hatiku dan telah dengan tega juga sempat mengganggu kesucian hatimu, apa bedanya aku dengan mereka yang amah, mereka hanya belum paham mengenai keislaman secara mendalam, wajar jika mereka perbuat hal tersebut, sedangkan aku? Sudah diberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai keislaman tapi masih juga begini.

Wahai saudariku yang lembut hatinya.

Maafkan aku, atas semua kesalahan yang telah kuperbuat padamu. Maafkan aku yang lemah ini. Dan aku akan menguatkan hatiku, semoga aku tidak mengulangi kesalahan yang sama di lain waktu. Mungkin aku memang tidak pantas berada bersama-sama dengan Ikhwah yang lainnya untuk berjuang di jalan dakwah ini, karena aku belum bisa menjaga hatiku. Aku akan menjaga agar persaudaraan kita tidak terkotori oleh hal-hal yang tidak seharusnya kita lakukan. Dan sampai saat ini aku masih menganggapmu sebagai saudara seperjuangan dalam menegakkan kalimat Allah.

Ada beberapa hal yang aku pinta darimu, jagalah rahasia ini. Rahasiakanlah siapa diriku yang sebenarnya, Cukup hanya Allah SWT saja yang tahu.

Semoga Dia senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Wassalamu’alaikum wr wb…

Saudaramu

A r

Selasa, 19 Agustus 2008

Agenda Selamatkan Indonesia

Apa persoalan sangat besar yang dihadapi bangsa ini? Jawabannya adalah kemiskinan. Masalah ini diakibatkan oleh dua faktor utama yakni imperialisme negara-negara utara yang berjalan ratusan tahun hingga hari ini atas negeri kaya raya bernama Indonesia, dan kedua, tidak amanahnya (baca: pengkhianatan) yang dilakukan elit politik negeri ini sejak zaman kerajaan hingga zaman ustadz naik Bentley, padahal di tengah-tengah mereka terdapat lautan kemiskinan dan kesengsaraan.

Pengkhianatan elit politik di negeri ini disebabkan mereka tidak memiliki karakter. Jujur saja, para elit politik kita sejak zaman dulu hingga sekarang ini sangatlah pragmatis dan oportunistik, sehingga mereka selalu saja mendahulukan kepentingan keluarga, kelompok, dan golongannya ketimbang rakyat banyak. Dalam hal ini mungkin Presiden pertama RI Bung Karno merupakan perkecualian.

Ketika berbagai kerajaan masih bercokol di Nusantara, sistem feodalisme membuat rakyat banyak hidup dalam kebodohan dan kemiskinan dan sebaliknya, para bangsawan, termasuk raja serta keluarganya hidup dalam kelimpahan harta benda dan segala kenikmatan dunia.

Para penjajah dari negeri-negeri utara melihat bahwa kaum elit ini bisa diajak bersekutu untuk memerangi rakyat banyak. Para penjajah kemudian mempertahankan sistem ini dengan merangkul para bangsawan untuk dijadikan sekutu dan bersama-sama menghisap kekayaan negeri ini dengan menunggangi rakyat banyak. Hal tersebut dilakukan oleh Portugis, VOC, Belanda, Jepang, dan mulai tahun 1967—saat Jenderal Suharto berkuasa dengan mengkudeta Bung Karno—semua kekayaan alam Nusantara mulai dijual dengan harga sangat murah kepada jaringan korporasi multinasional Yahudi yang berpusat di Amerika dan Eropa. Washington sendiri menyebut jatuhnya kekuasaan Bung Karno sebagai “Hadiah besar dari Timur” dan dirayakan dalam acara pesta yang sangat meriah. Tangan CIA memang berlumuran darah dalam peristiwa ini.

Ironisnya, setelah 32 tahun berkuasa, setelah Jenderal Suharto lengser, warisan Jenderal Suharto ini terus dipelihara dalam era reformasi dan bahkan kini didukung partai-partai politik yang mengaku reformis padahal kenyataannya Suhartois. Silakan baca daftar partai politik apa saja yang mendukung pengelolaan Blok Cepu oleh Exxon Mobil, misalnya, atau partai politik mana saja yang mendukung dinaikkannya harga BBM negeri ini dengan harga BBM New York sesuai Konsensus Washington, atau partai politik mana saja yang membatalkan gugatan parlemen terhadap kasus BLBI yang telah merampok uang rakyat dalam jumlah yang sangat besar. Mereka semua Suhartois.

Bisa jadi, sebab itulah ketika Jenderal Suharto meninggal, ada sejumlah elit partai yang memohon-mohon agar bangsa ini memaafkan dosa-dosa Suharto, bahkan sampai menyambangi rumah SBY di Cikeas dan memasang iklan besar di suratkabar nasional segala.

Siapa pun yang sadar sejarah pasti tahu jika Orde Baru Suharto tumbuh di atas genangan darah jutaan rakyatnya sendiri yang dibantai pada pekan ketiga Oktober 1965 hingga bulan-bulan pertama tahun 1966, sebuah kejahatan yang melebihi kebiadaban rezim Polpot di Kamboja. Sarwo Edhie, mertua Presiden SBY yang di tahun 1965-1966 menjadi algojo-nya Suharto dengan bangga menyebut angka 3 juta rakyat Indonesia yang dibunuhnya (John Pilger: The New Rules of the World). Sejarah bangsa ini diam seribu bahasa atas tragedi besar tersebut.

Dan ingat, kekuasaan tirani Orde Baru bisa langgeng selama 32 tahun dengan melakukan pembunuhan terhadap ribuan umat Islam di Aceh, Lampung, Priok, dan sebagainya. Umat Katolik pun mereka bantai dalam tragedi pekuburan Santa Cruz di Dili pada Nopember 1991.

Dari Berdikari ke Ketergantungan

Selama 32 tahun masa kekuasaannya dan diteruskan selama 10 tahun era reformasi, bangsa ini terus dibohongi oleh para elit negara tentang peristiwa 1965. Penafsiran tunggal atas tragedi di tahun itu adalah pemberontakan PKI atas NKRI yang Pancasilais. Padahal, sekarang ini dokumen-dokumen CIA telah banyak yang dideklasifikasikan dan mengakui jika tragedi 1965 itu merupakan hasil konspirasi CIA bersama segelintir orang-orang Indonesia yang masuk dalam kelompok Klandestin bernama Van Der Plas Connection yang tersebar di dalam tubuh AD, ada yang menyusup ke PKI, dan para ekonom didikan Universitas Berkeley AS atas arahan Guy Pauker, dari Rand Corporation dan juga tokoh CIA.

Tujuan sesungguhnya dari gerakan Van der Plas Connection adalah menjadikan bangsa kaya raya, sebuah negeri Muslim terbesar di dunia ini, sebagai sapi perahan kekuatan imperialisme Barat yang dikomandoi AS. Bung Karno merupakan penghalang besar bagi upaya jahat tersebut (ucapan Bung Karno yang terkenal: Go to Hell With Your Aids!”) sehingga harus disingkirkan. AS mempergunakan strategi memanfaatkan anak negeri ini yang bersedia diajak kerjasama untuk menjual bangsanya sendiri. AS membina segelintir elit Indonesia lewat dua bidang: militer dan teknokrat.

Para perwira yang kebanyakan dari AD diberi pelatihan militer di AS di Fort Leavenworth dan Fort Bragg. Sedangkan untuk para teknokrat, kebanyakan ekonom dan dari PSI, dididik di Berkeley University, Cornell, MITT, Harvard, dan sebagainya. Hal ini telah dimulai sejak tahun 1950.

Setelah Soekarno dan para pendukungnya dihabisi, dua ujung tombak AS ini—para perwira AD dan para ekonom binaan Amerika—memasuki pusat kekuasaan. Dan benar saja, di awal kekuasaannya, Jenderal Soeharto lengsung mengundang IMF dan Bank Dunia untuk merampok negeri ini. Pada Nopember 1967, Suharto juga mengirim satu tim ekonom—yang disebut Rockefeller sebagai “The Berkeley Mafia”—ke Swiss menemui para gembong korporasi multinasional yang antara lain Rockefeller sendiri.

Sabtu, 09 Agustus 2008

Skripsi - salah satu momok bagi para mahasiswa


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis. Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi buruk. Banyak juga yang berujar “lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi”.

Saya juga sering mendapat kiriman pertanyaan tentang bagaimana menyusun skripsi dengan baik dan benar. Ada juga beberapa yang menanyakan masalah teknis tertentu dengan skripsinya. Karena keterbatasan waktu, lebih baik saya jawab saja secara berjamaah di sini. Sekalian supaya bisa disimak oleh audiens yang lain.

Karena target pembacanya cukup luas dan tidak spesifik, maka tulisan ini akan lebih memaparkan tentang konsep dan prinsip dasar. Tulisan ini tidak akan menjelaskan terlalu jauh tentang aspek teknis skripsi/penelitian. Jadi, jangan menanyakan saya soal cara menyiasati internal validity, tips meningkatakan response rate, cara-cara dalam pengujian statistik, bagaimana melakukan interpretasi hasil, dan seterusnya. Itu adalah tugas pembimbing Anda. Bukan tugas saya.

Apa itu Skripsi

Saya yakin (hampir) semua orang sudah tahu apa itu skripsi. Seperti sudah dituliskan di atas, skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebagai bagian untuk mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi inilah yang juga menjadi salah satu pembeda antara jenjang pendidikan sarjana (S1) dan diploma (D3).

Ada beberapa syarat yang musti dipenuhi sebelum seorang mahasiswa bisa menulis skripsi. Tiap universitas/fakultas memang mempunyai kebijakan tersendiri, tetapi umumnya persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama. Misalnya, mahasiswa harus sudah memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D atau E, IP Kumulatif semester tersebut minimal 2.00, dan seterusnya. Anda mungkin saat ini belum “berhak” untuk menulis skripsi, akan tetapi tidak ada salahnya untuk mempersiapkan segalanya sejak awal.

Skripsi tersebut akan ditulis dan direvisi hingga mendapat persetujuan dosen pembimbing. Setelah itu, Anda harus mempertahankan skripsi Anda di hadapan penguji dalam ujian skripsi nantinya. Nilai Anda bisa bervariasi, dan terkadang, bisa saja Anda harus mengulang skripsi Anda (tidak lulus).

Skripsi juga berbeda dari tesis (S2) dan disertasi (S3). Untuk disertasi, mahasiswa S3 memang diharuskan untuk menemukan dan menjelaskan teori baru. Sementara untuk tesis, mahasiswa bisa menemukan teori baru atau memverikasi teori yang sudah ada dan menjelaskan dengan teori yang sudah ada. Sementara untuk mahasiswa S1, skripsi adalah “belajar meneliti”.

Jadi, skripsi memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat.